CERPEN PEMBANGUN JIWA

Sabtu, 05 November 2011

Jangan Nakal Kakak…!



Botol minuman yang berserakan di lantai malam itu menemani hari – hariku yang dipenuhi dengan kegundahan. Berbagai masalah yang menyerang otakku semua kularikan pada setengguk alcohol yang seakan dapat menerbangkanku ke atas awan.
Mentari seakan tak mendukungku untuk mendinginkan fikiranku. Sengatannya menambah panas fikiranku yang sudah diselimuti percikan – percikan api.
“Hei kamu…! Jangan kau ganggu dia lagi, atau nyawamu akan melayang didepan mataku!”
“okey…! Saya takkan pernah mendekatinya selama dia mencintaimu, ingat jagan paksa dia untuk mencintaimu!”
Anganku menerawang jauh menembus langit menyusuri pedihnya kehidupan di dunia ini. Aku tak dapat memusnahkan dirinya dalam hatiku. Tetapi dengan berbagai masalah yang timbul akhirnya sedikit demi sedikit aku dapat menghancurkan bayangan dirinya yang menurutku hanya seperti fatamorgana kehidupan.
Hanya satu tempat mengadu semua masalahku setelah yang di atas. Orang yang telah mendidikku dari kecil hingga aku dewasa. Sang bunda yang tak pernah lelah membimbingku untuk mengambil tindakan yang paling tepat dalam kehidupan ini.
“Bu… bagaimana dengan masalahku yang terlalu rumit seperti ini?”
“Sudahlah nak, mungkin dia memang bukan jodohmu, bila memang jodoh maka tak akan kemana!” tutur bunda dengan nada lembut.
“ingat nak, kamu hidup tanpa saudara, setelah ibumu ini sudah tak kuat lagi untuk merasakan nikmatnya bekerja, maka hanya kamu sendiri yang dapat menentukan keputusan terbaik.”
Pesan – pesannya yang selalu memberiku motivasi untuk terus maju hanya ku angga angin lewat yang kemudian berlalu entah kemana perginya. Hatiku sudah membeku untuk mendapat nasehat – nasehat darinya. Minum – minuman keras, judi, dan berbagai tindak kejahatan lainnya seakan sudah menjadi temanku setiap saat setiap waktu. Lebih parah lagi temanku yang hanya jebolan SD itu juga ikut mendukung diriku untuk berbuat jahat.
“Hey Jo… besok malam minggu kita akan mengadakan acara dimana lagi nih?” ujar Heru temanku.
“DImanapun aku siap asalkan ada uang semua bisa beres!” jawabku dengan tidak jelas, karena minuman yang kuminum dari jam 22.00 tadi mulai bereaksi dalam tubuhku.
“Siap bos… kalau masalah duit serahkan pada Ratno… ahli kunci ada padanya!” sahut Heru.
Malam itupun gerombolanku mulai beraksi membobol toko emas yang terkenal di pasar raya tersebut. Ratno mulai membuka kunci dengan keahliannya membobol, Heru mengawasi sekitar. Dan tugas selanjutnya ada padaku, yang selalu mengetahui dimana harta tersimpan. Hidung kucingku sangat sensitive bila telah mengetahui sasaran yang dituju. Kuraup seluruh perhiasan yang ada dalam kotak tersebut. Dan tiba – tiba saya mendengar rintihan dari luar toko.
“Her… dimana dirimu? Sudah kudapat apa yang kita inginkan!” aku tak mendengar sahutan darinya. Ku tengok keluar, tak terlihat satu orangpun ada disana.
BRAK…
Tengkukku dipukul seseorang dari belakang.
“Angkat tangan atau kutembak kau!”
Hatiku ciut, jiwaku mati setelah tahu polisi menyergapku. Dan dengan berbagai bukti yang kuat akhirnya aku ditahan dalam sel selama dua tahun. Pikiranku kalut mengetahui semua itu. Parahnya lagi kedua temanku tak ikut tertangkap. Karena ia melarikan diri tanpa sepengetahuanku ketika ia mengetahui ada polisi datang.
Bundaku syok mendengar semua ini. Ia mendatangi kantor polisi dan memohon izin bertemu denganku.
“Nak… mengapa semua ini bisa terjadi? Kau tau ibumu ini tak punya apa – apa. Engkau yang kuharapkan dapat menggantikan ayahmu yang sudah mulai renta justru membebani keluarga kita dengan berbagai masalah.” Aku hanya tertunduk lesu tanpa membuka mulut sedikitpun. Semua perbuatan jahatku telah mereka ketahui. Akhirnya setelah menjengukku dari kantor polisi bundaku pulang. Dia bermusyawarah dengan keluarga.
“Yah, bagaimana dengan anak kita Bejo? Saya tidak tega melihatnya terkurung dalam sel tahanan. Uang yang kita miliki hanya cukup untuk mengobatkan si kecil Sasha.” Bundaku meminta persetujuan ayah.
“Tidak, Sasha sudah lama mengidap tumor otak, keadaannya semakin kritis. Kalau uang yang kita kumpulkan setiap hari itu untuk menebus kelakuan Bejo, bagaimana dengan Sasha?” ayahku membentak – bentak tanda tak setuju. Sasha yang mendengar pembicaraan kedua orang tuanya tersebut langsung memotong pembicaraan.
“ayah, tidak apa – apa uang tersebut untuk menebus kakak di kantor polisi. Sasha masih kuat ko’ untuk hidup bersama penyakit yang menempel di kepala Sasha.” Kemudian Sasha tersenyum simpul untuk meyankinkan ayahnya.
“Benar nak kamu masih sanggup bertahan?” Ayah menitikkan air mata mengetahui ketegaran Sasha tersebut. Dia merelakan nyawanya demi kakak tercinta.
Dengan tekad bulat kemudian bunda dan ayah pergi ke kantor polisi untuk menebus semua kesalahanku. Akhirnya akupun pulang dengan ditemani kedua orang tuaku. Dalam perjalanan mereka memberi tahu semua yang dilakukan Sasha untukku. Saat itu pula aku menangis tersendu – sendu dan aku berjanji kepada orang tuaku untuk bekerja agar dapat membiayai pengobatan Sasha.
Sesampainya dirumah aku dan kedua orang tuaku bingung karena disitu sudah banyak warga yang berkumpul. Aku menanyakan kepada pak Tono tetanggaku.
“Ada pa pak dengan rumah saya?” tanyaku dengan sedikit tergesa – gesa.
“Itu nak, tadi waktu aku ingin bertemu dengan ayahmu aku pergi kesini. Aku memanggil dia tetapi tak kunjung datang. Kulihat pintu ternyata tak terkunci. Aku langsung saja masuk. Baru membuka pintu aku kaget. Adikmu terkapar dilantai dalam keadaan koma. Beberapa menit kemudian ia menghembuskan nafas terakhirnya.”
Ketika aku masuk kamarnya aku menemukan selembar kertas yang ada diatas meja. Kertas itu masih berada di tumpukan yang paling atas. Mungkin Sasha baru saja menulisnya.
Untuk kakakku, ayah dan bunda.
Kuucapkan selamat pada kakak semoga dapat keluar dari sel pertahanan. Jangan nakal lagi ya kak! Bantulah ibu yang tiap hari bekerja keras untuk mencukupi keluarga kita. Untuk ayah. Maaf yah Sasha berbohong. Ini semua kulakukan demi kakak. Saya ikhlas yah! Ayah jangan marah pada bunda, karena jika Sasha meninggalkan kalian bukan salah bunda. Tetapi ini semua takdir Allah SWT. Selamat tinggal bunda, selamat tinggal ayah, selamat tinggal kakak.
Sasha
Aku bingung harus melakukan apa, orang tuaku sudah nmendengar sendiri apa yang di ucapkan pak Tono. Aku berusaha tegar, tetapi tak sanggup. Semua ini terjadi karena kesalahanku. Aku merasa terkutuk akan semua ini.
setelah semua kejadian itu ayahku jatuh sakit. Dia selalu terbayang – bayang dengan Sasha. Dalam diam dia selalu menyebut nama Sasha. Ibuku yang masih sehat berusaha untuk menenangkan hatinya dan berdo’a kepada Allah SWT supaya ayah diberi kesembuhan. Aku tak ingin kehilangan mereka setelah meninggalnya adikku. Aku bekerja keras untuk membiayai mereka. Sekarang tulang punggung keluarga ada ditanganku. Selamat jalan Sasha. Semoga kau tenang di alam sana. Aku selalu menyayangimu.

0 komentar:

Posting Komentar